MINGGU ini Kementerian Agama (Kemenag) sedang viral di media sosial. Pangkal masalahnya adalah ketika Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Nikah (SIMKAH) berbasis website secara resmi pada Kamis, 8 November 2018 di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat. Dijelaskan dalam peluncuran SIMKAH tersebut mulai bulan November 2018 pengantin akan mendapatkan kartu nikah.
Berbagai kanal berita dalam jaringan (daring) menyambut dan memberitakan kartu nikah dengan judul yang beragam. Okezone.com misalnya memuat berita “Kemenag Luncurkan Kartu Nikah Pengganti Buku Nikah.” Republika.co.id memberi judul “Mengapa Buku Nikah Diganti Kartu?” Kompas.com pun turut mengangkat tema ini dengan judul “Alasan Kemenag Ubah Buku Nikah Jadi Kartu Nikah.” “Tahun 2020 Buku Nikah Pensiun, Akan Digantikan dengan Kartu Nikah,” demikian indonews.id memuat berita pada Senin, 12/11/2018. Detik.com menulis judul mirip, yakni “Siap-Siap! Kartu Nikah Bakal Gantikan Buku Nikah untuk Suami-Istri.”
Berbagai berita dengan judul bombastis bertebaran di media online, dan cepat menyebar melalui media semacam Facebook, Twitter, Whatsapp dll. Tak heran muncul banyak komentar penolakan dengan inovasi dari Kementerian Agama tersebut. Akun M. Hendry Amin misalnya berkomentar, “Jangan-jangan bisa jadi korupsi kaya e-ktp nih, bikin-bikin kartu nikah segala. Modus cari uang kotor.” “Aturan dan kebijakan yang sudah berjalan denganbbaik, sebaiknya dilanjutkan saja, nggak usah neko-neko,” tulis akun bernama Sumaelan. Nita Manday pun mengungkapkan ketidaksetujuannya. “Wah padahal lbh afdol rasanya pake buku itu. Disitu juga ada ditulis hak2 dan kewajiban pasangan suami istri. Juga ada ayat2 Alquran juga. Aneh2 aja nih kemenag,” ujarnya.
Namun ada juga komentar setuju seperti yang ditulis akun Vicenzo, “Setuju asal semua biaya pembuatan kartu nikahnya ditanggung pemerintah. Jangan bebankan biaya pembuatan kartu nikahnya ke masyarakat.” “Lanjutkan pak!!! Mantab inovasinya. Salut !!!” kata akun Arif Budi Setiawan.
Jika diamati ketidaksetujuan netizen kemungkinan besar karena tergiring dengan judul berita media daring yang bias, tidak akurat bahkan salah menangkap maksud Kemenag. Seolah-olah buku nikah akan diubah menjadi berbentuk kartu nikah. Tentu saja hal ini membuat masyarakat menjadi antipati, apalagi banyak masyarakat yang bosan dengan program-program pemerintah dengan istilah kartu ini kartu itu. Maka untuk meluruskan kesimpangsiuran infomasi tentang kartu nikah, berikut penjelasan tentang kartu nikah yang banyak diributan netizen.
1. Sebagaimana Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin tegaskan, buku nikah tidak dihapuskan. Kartu nikah tidak menggantikan buku nikah. Kartu nikah hanya tambahan saja. Jadi pengantin tetap mendapatkan buku nikah suami dan buku nikah istri serta dua buah kartu nikah bergambar foto suami-istri dan kode QR. Quick Response Code atau QR Code tersebut apabila di-scan langsung menghubungkan ke alamat web SIMKAH yang berisi pencatatan perkawinan pasangan tersebut. QR Code juga tidak hanya ada di kartu nikah tetapi di buku nikah juga ada jika sudah memakai SIMKAH yang baru. Hal ini yang membuat buku nikah dan kartu nikah sulit dipalsukan. Bentuknya mungkin saja bisa dipalsukan dengan membuat QR Code abal-abal, tetapi jika di-scan pasti tidak bisa terhubung ke server SIMKAH yang memuat detail data pengantin.
2. Aplikasi SIMKAH sudah lama dipakai di Kantor Urusan Agama (KUA) secara nasional untuk pencatatan dan penerbitan buku nikah. Hanya saja SIMKAH yang lama kebanyakan dipakai dalam keadaan offline dan baru online ketika akan mengirim data ke “gudang data” Kemenag pusat. SIMKAH yang lama juga belum terintegrasi dengan Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Disdukcpil), sedangkan SIMKAH yang terbaru sudah terintegrasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri, bahkan untuk urusan biaya pencatatan nikah sudah terhubung dengan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) Kementerian Keuangan.
Di SIMKAH baru pencatatan data nikah cukup memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) catin pria dan catin wanita juga NIK wali nikah maka semua data sudah muncul lengkap. Operator SIMKAH sekadar menambahkan beberapa data seperti maskawin, waktu dan tempat pernikahan dan lainnya. Calon pengantin juga bisa mendaftarkan pernikahannya secara online kapan dan dimana saja dengan memasukkan Nama dan Nomor NIK pasangan serta walinya, setelah itu bukti pendaftarannya dicetak dan dilampirkan dengan berkas yang lain. Untuk aplikasi SIMKAH sendiri bisa ditelusuri dan diunduh di www.simkah.kemenag.go.id
3. Kartu nikah sekali lagi hanya tambahan “fasilitas” untuk pengantin selain buku. Dibeberapa tempat pengantin juga mendapatkan piagam bimbingan perkawinan. Pengantin juga tidak diberikan biaya tambahan, cukup membayar Rp.600.00,- jika menikah di luar KUA dan Rp. 0,- jika menikah di KUA dihari kerja.
4. Kartu nikah “hanya” dibuat dengan tujuan memudahkan pasangan sah apabila bepergian dan kemungkinan menginap bersama di hotel, home stay atau tempat wisata lainnya. Sehingga apabila ada razia petugas, cukup menunjukkan kartu nikah yang simpel dan bisa dicek secara langsung dan mudah dengan aplikasi QR Code Scanner. Itulah ide, inovasi dan urgensi pembuatan kartu nikah dari Kemenag.
5. Untuk kebutuhan yang lain tetap berlaku buku nikah sebagaimana biasanya. Misalnya pinjam di bank, mengurus perceraian atau warisan di Pengadilan Agama, beasiswa, BPJS, klaim asuransi dan lainnya masih menggunakan buku nikah bukan kartu nikah.
Demikian sedikit penjelasan tentang kartu nikah. Kementerian Agama selalu mencoba memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat dan juga selalu berinovasi sebagaimana tertuang dalam 5 Budaya Kerja Kementrian Agama, salah satunya adalah Inovasi. Kartu nikah adalah salah satu inovasi memenuhi kebutuhan zaman, namun tidak semua inovasi kadang diterima dengan baik dari masyarakat. Mungkin butuh waktu dan butuh sosialisasi lebih intens agar masyarakat lebih paham, tidak salah informasi dan tidak salah persepsi dalam hal reformasi birokrasi, termasuk dalam soal kartu nikah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar